Senin, 04 Juli 2011

BAHAN UAS IT ARAB 2011

Bahan UAS IT ARAB 2011 sudah dapat diundah di e-learning UAI. Besok diperbaiki dan langsung diunggah.

Senin, 30 Mei 2011

MASALAH PENERJEMAHAN KOLOKASI DALAM TAFSIR FI ZILAL AL QURAN

Abstrak

Kolokasi merupakan fenomena linguistik universal dan telah menjadi topik penelitian para linguis, para pakar kamus, para pakar pedagogi bahasa dan juga mereka yang berkecimpung dalam dunia penerjemahan.Tafsir FI ZILAL AL QURAN karya Sayyid Qutb telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu-Indonesia dan Melayu-Malaysia. Menurut para pakar penerjemahan, terjemahan yang baik adalah yang tidak tampak bahwa ia adalah terjemahan. Di antara faktor penyebab terjemahan tampak dan terasa sebagai terjemahan adalah karena penerjemah – khususnya pemula – gagal mengidentifikasi kombinasi sejumlah unsur leksikal sebagai sebuah kolokasi. Kemampuan mengidentifikasi sebuah kolokasi dalam teks sumber merupakan modal awal bagi keberhasilan penerjemahan.

Artikel ini merupakan intisari dari hasil penelitian yang dibuat untuk meraih gelar PhD dari Universiti Malaya, Malaysia, 2010.

Kata kunci:Penerjemahan, Kolokasi, Tafsir.

1 Pendahuluan

Tafsir F³ ¨il±l al-Qur'±nkarya Sayyid Qutb adalah salah satu buku berbahasa Arab yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu, baik Melayu-Indonesia maupun Melayu-Malaysia[1]. Terjemahan ke dalam bahasa Melayu-Malaysia dilakukan oleh Yusoff Zaky Haji Yacob selama kira-kira sebelas tahun (1983-1994), terdiri dari 17 jilid. Terjemahan yang diberi judul Tafsir Fi Zilalil Qur’an: Di Bawah Bayangan Al-Quran ini diterbitkan oleh Pustaka Aman Press Sdn. Bhd. bekerjasama dengan Yayasan Pembangunan Ekonomi Islam Malaysia. Terjemahan dalam bahasa Melayu-Indonesia dengan tajuk Tafsir Fi Zhilalil Qur'an: Di Bawah Naungan Al-Qur'an dilakukan oleh oleh sebuah tim yang terdiri dari Drs. As`ad Yasin, Abdul Hayyie al Kattani, Lc., H. Dr. Idris Abdul Shomad, H. Harjani Hefni, Lc., H. Ahmad Dumyati Bashori, M.A., Abu Ahmad `Izzi, M.A., H. Samson Rahman, M.A., Hidayatullah, Lc., H. Bakrun, M.A., H. Zainuddin Bashiran, Lc., H. Fauzan, Lc., K.H. Mufti Labib, MCL, Tajuddin, Lc., Drs. Muchotob Hamzah, Drs. Syihabuddin, M.A. Editor ahli: Ust. Abdul Aziz Salim Basyarahil dan Dr. Hidayat Nur Wahid, M.A. Diterbitkan oleh Gema Insani, Jakarta. Pertama kali diterbitkan pada tahun 2000 dalam 12 jilid. Penerjemahan ke dalam bahasa Melayu-Indonesia ini tidak diketahui, berapa lama dikerjakan.

Sepanjang pengetahuan penulis artikel ini, kajian kolokasi bahasa Arab dan masalah penerjemahannya belum pernah dilakukan baik di Indonesia maupun di Malaysia. Berdasarkan asumsi ini, kuat dugaan bahwa ketika tafsir F³ ¨il±l al-Qur'±nditerjemahkan, para penerjemah belum mengenal apa yang disebut dengan kolokasi. Karena kegiatan penerjemahan buku-buku agama berbahasa Arab ke dalam bahasa Melayu, baik Melayu-Indonesia maupun Melayu-Malaysia akan terus berlanjut dan mungkin semakin marak, maka kajian tentang masalah penerjemahan kolokasi bahasa Arab ini diharapkan akan memberikan pencerahan kepada para penerjemah yang tidak sedikit dari mereka yang menjadi penerjemah secara otodidak dan tidak pernah mengetahui seluk-beluk teori penerjemahan.

2 Pengertian kolokasi

Kata kolokasi berasal dari bahasa Inggriscollocation yang verbanya adalah collocate. Menurut kamus Collins English Dictionary (Hanks [Ed.], 1979:298), kata kerja collocate ini berasal dari bahasa Latin collocāre, yang berasal dari dua kata com 'together' dan locāre 'to place', dan kata yang terakhir ini berasal dari kata locus 'place'. Harimurti Kridalaksana (2008:127) memberikan definisi kolokasi sebagai "asosiasi yang tetap antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat; misalnya antara kata buku dan tebal dalam Buku tebal ini mahal, dan antara keras dan kepala dalam Kami sulit meyakinkan orang keras kepala itu".

Dalam tradisi linguistik Barat, terdapat sejumlah istilah yang merujuk kepada konsep kolokasi sebagaimana yang dikemukakan Su`ad Awab (1999), yaitu: composite elements; idioms; gambit; multi-word lexemes; lexical phrases; fixed expressions; set phrases and compounds; recurrent word combinationdanmulti-word units. Menurut Su`ad Awab (1999:42), multi-word units merupakan istilah generik yang mencakupi kolokasi. Pendapat Su`ad Awab, sejalan dengan istilah Salihen Moentaha (2006:10) yang memberinya nama rangkaian kata-kata yang mencakupi word-group, word-combination, dan collocation.

Biasanya para linguis beranggapan bahwaJ.R. Firth ([1951] 1957) adalah yang pertama kali membicarakan konsep kolokasi dengan jargonnya yang terkenal "You shall know a word by the company it keeps". Namun, menurut Robins (1967:21) dan Gitsaki (1999:10), 2300 tahun lalu para ahli falsafah Yunani telah mengkaji kolokasi sebagai fenomena linguistik dalam hubungannya dengan semantik leksikal. Robins (1967) menyatakan bahwa para ahli falsafah Yunani menolak persamaan "one word, one meaning" dan mereka mengusulkan aspek penting dari struktur semantik bahasa. Mereka percaya bahwa"word meaning do not exist in isolation, and they may differ according to the collocation in which they are used" (Robins, 1967:21).

Ide kolokasi mulai dikenal sejak Palmer (1938) yang menulis A Grammar of English Words, di mana ia mendefinisikan kolokasi sebagai "successions of two or more words the meaning of which can hardly be deduced from a knowledge of their component words (1938: iv). Contoh-contoh yang ia berikan seperti at last, give up, let alone, go without, carry on, as matter of fact, all at once, to say the least of it, give somebody up for lost, throw away, how do you do, danlet alone. Ia menekankan bahwa setiap gabungan kata tersebut harus dipelajari sama seperti mempelajari satu kata.

Kemudian, Firth (1957:194) lebih jauh memakai kata kolokasi sebagai istilah teknis, sehingga "meaning by collocation" menjadi mantap sebagai salah satu dari "modes of meaning". Ia menulis "I propose to bring forward, as a technical term, meaning by 'collocation'" (Ibid). Ia berpendapatbahwa"meaning by collocation" merupakan makna leksikal pada tingkat sintagmatik dan bukannya pada tingkat paradigmatik (Ibid: 196). Firth (1968:182) memberikan contoh kolokasi dengan dua buah kata darkdan night sebagai Kolokasi Adjektiva + Nomina. Ia menegaskan bahwa salah satu makna nightadalah kebolehannya berkolokasi dengan dark, dan salah satu makna dark adalah kebolehannya berkolokasi dengan night. Dengan perkataan lain, pemerian makna sebuah makna yang lengkap harus mencakupi kata lainnya yang berkolokasi dengannya. Firth kemudian (1968:182) mendefinisikan kolokasi sebagai "the company that words keep". Ia menyatakan bahwa betapa pentingnya mengenal kata-kata yang selalu menyertai kata yang hendak diketahui maknanya.


3. Kolokasi, ungkapan, idiom, dan peribahasa

F±yid (2006) melihat bahwa kolokasi merupakan bagian dari ungkapan, sebagai-mana halnya ungkapan kontekstual dan idiom. Ia mendefinisikan kolokasi dengan:

مَجْمُوْعَةٌ مِنَ الْكَلِمَاتِ لَهَا مَعْنًى مُحَدَّدٌ، تَمِيْلُ إِلَى الاِرْتِباَطِ بِبَعْضِهَا، بِحُكْمِ الإِلْفَ وَالْعَادَةِ، بِضَوَابِطَ خَاصَّةٍ.

kumpulan kata yang memiliki makna terbatas, cenderung berkaitan satu dengan lainnya yang ditentukan oleh kebiasaan dan dengan peraturan-peraturan khusus"

Linguis Barat, Robins (1992:82) berpendapat bahwa idiom adalah kolokasi khusus. Istilah idiom digunakan untuk merujuk kepada kolokasi yang dipakai karena kebiasaan; kolokasi ini mengandung lebih dari satu kata dan cenderung dipakai bersama-sama, dengan fungsi semantis yang tidak mudah disimpulkan apabila kata-kata komponen tersebut dipakai secara terpisah satu sama lain.Menurut Maman S. Mahayana, et al (1997:xv) apa yang disebut sebagai ungkapan sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat-syarat berikut:

1. Ungkapan terdiri atas dua kata atau lebih yang membentuk satu makna.

2. Ungkapan merupakan satu konstruksi yang maknanya dalam hubungan semantik.

3. Ungkapan tidak dapat disisipi atau disela oleh unsur lain.

4. Ungkapan maknanya tidak dapat ditelusuri berdasarkan makna anggota-anggota yang membentuknya, atau maknanya dapat ditelusuri hanya dari satu anggotanya yang menjadi bagian inti dari ungkapan yang bersangkutan.

5. Ungkapan dapat berupa frasa, klausa, atau kalimat, dan maknanya bukan dalam hubungan sintaksis.

6. Ungkapan boleh juga berupa idiom.

Kolokasi Frasa Verbal yang terdiri dari Verba + Preposisi merupakan sumber utama idiom dalam bahasa Arab (Mir, 1989:5).Preposisi dalam bahasa Arab berpengaruh besar terhadap makna nomina dan verba sehingga dapat mengubah maknanya atau menjadikannya makna antonim, seperti verba رَغِبَ. Apabila berkolokasi dengan preposisiفِيْmaknanya ’menyukai’, tetapi ketika berkolokasi dengan preposisiعنbermakna ’membenci’ (al-Raj¥³y, 2004:415). Makkai (1972:135) memasukan phrasal verb idiom sebagai jenis dari idiom leksemik (lexemic idiom).

Kolokasi dengan pola Verba + Preposisi ini dalam bahasa Inggris dikenal dengan phrasal verb, dalam istilah linguistik Indonesia disebut ”verba berpreposisi” yang diberi definisi sebagai ”verba taktransitif yang selalu diikuti oleh preposisitertentu”. Seperti, tahu akan atau tahu tentang, berbicara tentang, berminat pada, dan bergantung pada dalam kalimat-kalimat berikut:

(1) Kami belum tahu akan/tentang hal itu.

(2) Saya sering berbicara tentang hal itu.

(3) Sofyan berminat pada musik.

(4) Keberhasilan pembangunan banyak bergantung pada mentalitas para pelaksananya. (Alwi et al,1998:95).

Bentuk verba taktransitif yang selalu berkolokasi dengan preposisi seperti ini dalam bahasa Arab dikenal denganاَلأَفْعَالُ اَلْمُتَعَدِّيَةُ بِحَرْفٍ’verba yang menjadi transitif dengan preposisi’. Karena penting dan banyak jumlahnya, al-A¥madiy (1986) telah berhasil menyusun kamus khusus yaituمُعْجَمُ الأَفْعَالِ الْمُتَعَدِّيَةِ بِحَرْفٍ’kamus verba yang menjadi transitif dengan preposisi’. Keberadaan preposisi, selain mengubahverba tak transitif menjadi transitif, juga mengubah maknanya. Misalnya, verbaذَهَبَ’.

(5) ذَهَبَ الْوَلَدُ إِلَى الْمَدْرَسَة

‘Anak lelaki itu pergi ke sekolah’

(6) ( )

‘… Allah menghilangkan cahaya (yang menerangi) mereka,…’

(Surahal-Baqarah 17)

Dalam contoh (5) verbaذَهَبَberbentuk tak transitif dan mengandung makna asal ‘pergi’, sedangkan dalam contoh (6) dengan keberadaan preposisiبـِselain berubah menjadi transitif juga maknanya berubah menjadi ‘menghilangkan’.

Perbedaan secara umum antara kolokasi, idiom dan ungkapan tetap dijelaskan oleh Baker (1992:63) bahwa kolokasi merupakan pola bahasa yang agak fleksibel di mana membolehkan beberapa variasi bentuk. Dalam bahasa Inggris misalnya, deliver a letter, delivery of a letter, a letter has been delivered, dan having delivered a letter, semuanya merupakan kolokasi yang dapat diterima. Sebagai tambahan, walau makna dari sebuah kata sering bergantung pada kata lain yang berkolokasi dengannya, kita masih dapat mengatakan bahwa kata yang berkenaanmempunyai maknatersendiri dalam kolokasi tertentu. Oleh karena itu, kolokasi dry cow bermakna ‘sapi yang tidak mengeluarkan susu’. Kita masih dapat mengenal makna khusus yang berkaitan dengan kata dry dalam kolokasi ini, dan tentu saja makna cow masih tetap mempertahankan maknanya yang dikenalyaitu‘sapi’. Hal ini berbeda dari idiom dan ungkapan tetap yang tidak memiliki “flexibility of patterning and transparency of meaning” (Baker, 1992:63). Idiom dan ungkapan tetap merupakan pola-pola bahasa yang beku yang membolehkan sedikit variasi bentuk. Khususnya dalam idiom, maknanya “tidak dapat ditelusuri berdasarkan makna anggota-anggota yang membentuknya” (lihat syarat ungkapan yang dikemukakan oleh Maman S. Mahayana di atas). Idiom seperti bury the hatchet: ‘forget past quarrels, and become friends’ (Freeman, 1981:25) atau the long and the short of it :‘the whole position or situation briefly stated’ (Ibid:111) tidak dapat diubah bentuknya dalam keadaan biasa. Kalau pun ada perubahan bentuk, hal itu dilakukan ketika seseorang bersenda-gurau atau bermain kata. Menurut Baker, pembicara dan penulis biasanya tidak melakukan hal-hal berikut terhadap idiom:

1. Mengubah urutan kata.Misalnya, * the short and the long of it dari “the long and the short of it”.

2. Menghapuskan kata.Misalnya * spill beans dari “spill the beans”‘membocorkan rahsia’.

3. Menambah kata.Misalnya * the very long and short of it.

4. Mengganti kata dengan kata lain.Misalnya * the tall and the short of it.

5. Mengubah struktur nahu.Misalnya * the music was faced dari asalnya “face the music”‘menghadapi bahaya atau kesusahan tanpa rasa takut’ (Salim, 1991:297).

Sementara itu, ungkapan tetap – sesuai dengan namanya – hanya membolehkan sedikit variasi atau bahkan tidak ada variasi sama sekali. Misalnya having said that, as a matter of fact ‘sebenarnya, sesungguhnya’ Ladies and Gentleman‘hadirin sekalian’ dan all the best‘yang sebaik-baiknya’ (Salim, 1991:26). Keadaannya sama seperti peribahasa, seperti practise what you preach‘biasakan mengamalkan nasehatmu’dan waste not want not‘hemat pangkal kaya’ (Ibid:954). Berbeda dari idiom, ungkapan tetap dan peribahasa sering memiliki makna yang agak jelas. Makna as a matter of fact dapat dengan mudah ditelusuri dari makna kata-kata yang membentuknya, yang berbeda dari makna idiom seperti pull a fast one‘menipu seseorang’ (Ibid:669) atau fill the bill‘memenuhi persyaratan’ (Ibid:312).

Namun, meskipun memiliki makna yang jelas, ungkapan tetap atau peribahasa maknanya sekurang-kurangnya lebih dari sekadar gabungan makna kata-katanya.

Tentang perubahan yang berlaku dalam idiom Arab, S³n³y et al (1996: ط) menjelaskan bahwa perubahan tersebut berkaitan dengan kaidah gramatikal, yaitu:

1. Kala, di mana idiom boleh muncul dalam bentuk verbaاَلْمَاضِيْ‘kala lampau’, اَلْمُضَارِع‘kala kini atau akan datang’, dan bentuk اَلأَمْر‘perintah’. Misalnya:أَعْطَاهُ الضَّوْءَ الأَخْضَر‘ia telah memberinya lampu hijau’, maksudnya ‘ia telah memberinya izin’; يُعْطِيْهِ الضَّوْءَ الأَخْضَر‘ia sedang (akan) memberinya izin’; أَعْطِهِ الضَّوْءَ الأَخْضَرberilah ia izin

2. Persona, sehingga bergantung pada orang yang bertutur, penutur (persona pertama), orang yang menerima percakapan (persona kedua), atau orang yang tidak hadir (persona ketiga). Idiom أَطْلَقَ لَهُ الْعِنَان‘membiarkannya berbuat sesuka hati’, dapat berubah bentuknya bergantung pada diri penggunanya:أَطْلَقْتُ لَهُ الْعِنَان‘saya membiarkannya berbuat sesuka hatinya’; أَطْلَقْتَ لَهُ الْعِنَان‘Anda membiarkannya berbuat sesuka hatinya’; أَطْلَقَتْ لَهُ الْعِنَان‘Ia (feminin) membiarkannya berbuat sesuka hatinya’.

3. Bilangan, baik tunggal, dualis (jamak yang mengatakan banyaknya dua), maupun jamak. Idiom نَظَرَ فِي الأَمْر‘mengkaji, mempelajari perkara’ bentuknya akan berubah sesuai dengan bilangan subjek dari verbanya:نَظَرَ فِي الأَمْر‘ia mengkaji, mempelajari perkara itu’ = tunggal; نَظَرَا فِيْ الأَمْر‘mereka berdua mengkaji, mempelajari perkara itu’ = dualis; نَظَرُوْا فِيْ الأَمْر‘mereka mengkaji, mempelajari perkara itu’ = jamak.

4. Masalah Penerjemahan Kolokasi

Menurut Catford (1965: 20), masalah utama dalam penerjemahan adalah menemukan padanan terjemahan dalam bahasa sasaran. Namun demikian, penerjemahan bukan sekadar menemukan padanan, bukan sekadar mengubah bentuk bahasa sumber ke bentuk lain yang sepadan dalam bahasa sasaran (Machali, 1998: 3), karena pekerjaan seperti ini menurut Pinchuck (1997: 30) dengan mudah dapat dilakukan dengan hanya berpedoman pada kamus dwibahasa. Penerjemahan, menurutnya "is concerned with words, but not with words alone". Setiap bahasa mempunyai ciri khas tersendiri. Catford (1965: 27) mengistilahkannya dengan sui generis, sementara Nida dan Taber (1974: 3) menyatakannya dengan "each language has its own genius". Oleh karena itu, seorang penerjemah mau tidak mau akan berhadapan dengan masalah dalam aktivitas penerjemahannya.

Masalah penerjemahan didefinisikan sebagai "an objective problem, which every translator...has to solve during a particular translation task" (Nord, 1991:151). Menurut Krings (1986: 266), masalah penerjemahan senantiasa menjadi aktivitas yang paling disukai dalam pengajaran penerjemahan. Beberapa pakar bahasa menganggap kolokasi sebagai masalah dalam penerjemahan. Mereka mengatakan bahwamenerjemahkankolokasi dari satu bahasa ke bahasa lainnya merupakan hal yang sulit dan mereka menekankan betapa pentingnya kolokasi dalam penerjemahan. Di antara karya yang sangat penting tentang kolokasi sebagai masalah dalam penerjemahan adalah yang ditulis oleh Beekman and Callow (1974), Newmark (1988), Hatim and Mason (1990), Heliel (1990), Baker (1992), Ghazala (2004) dan Kh­jal³y (2004).

Beekman and Callow (1974) menganggap penerjemahan kolokasi merupakan aspek yang menarik minat dalam pekerjaan penerjemah dan merupakan ukuran kemampuan mereka dalam menerjemah. Menerjemahkan kolokasi memerlukan kepakaran tingkat tinggi karena seringkali padanan antara jangkauan kolokasi di sebuah bahasa jumlahnya sedikit atau bahkan tidak ada padanannya, semata-mata karena ada perbedaan dalam jangkauan kolokasi dari padanan perkataan dalam bahasa. Oleh karena itu, kedua pakar penerjemahan ini mengusulkan, "the translator therefore needs to be alert to collocations in the original which are potential trouble spots and to avoid transferring them into the RL" (1974:163, 164)[2].

Menurut Newmark (1988:213), mengidentifikasi kolokasi merupakan salah satu masalah yang sangat penting dalam proses penerjemahan. Ia menyatakan bahwa penerjemahan merupakan perjuangan yang tidak henti-hentinyauntuk menemukan kolokasi yang sesuai, merupakan sebuah proses menghubungkan nomina yang sesuai dengan verba, verba dengan nomina, menghubungkan adjektiva dengan nomina, adverbia atau kelompok adverbia dengan verba, juga menggunakan konjungtor yang sesuai (Newmark, 1988:213). Kemudian ia menegaskan kepentingan kolokasi dengan memerikannya sebagai saraf dari teks, "If grammar is the bones of a text, collocations are the nerves, more subtle and multiple and specific in denoting meaning, and lexis is the flesh" (Newmark, 1988:213).

Hatim dan Mason (1990) juga berpendapatbahwa salah satu masalah utama yang dihadapi penerjemah adalah kemampuan memilih kolokasi yang sesuai dalam bahasa sasaran. Mereka mengingatkan "there is always a danger that, even for experienced translators, source language interference will occasionally escape unnoticed and an unnatural collocation will flaw the target text (Hatim & Mason, 1990:204).

Heliel (1990:34) juga menganggap kolokasi sebagai masalah dalam penerjemahan. Ia memberikan contoh kolokasi bahasa Inggris dengan pola adjektiva + nomina yang mengandung adjektivaheavy. Kemudian ia mengusulkan bahwa heavyditerjemahkan ke bahasa Arab dengan perkataan yang berbeda bergantung pada nomina yang berkolokasi dengannya. Lihat tabel berikut:

Kolokasi bahasa Inggris

Padanan bahasa Arab

Heavy rainfall

مَطَر غَزِيْرharfiah: ’hujan yang banyak’

Heavy fog

ضَبَاب كَثِيْفharfiah: ’kabut tebal’

Heavy sleep

سُبَات عَمِيْقharfiah: ’tidur yang dalam’

Heavy seas

بِحَار هَائِجَةharfiah: ’lautan yang resah’

Heavy meal

وَجْبَة دَسِمَةharfiah: ’hidangan gemuk’

Heavy smoker

مُدْخِن مُفْرِطharfiah: ’perokok yang berlebih-lebihan’

Heavy industry

صِنَاعَة ثَقِيْلَةharfiah: ’industri berat’

Heliel (1990: 35) kemudian memberikan contoh adjektivaجَاف’kering’ dalam bahasa Arab dan terjemahannya dalam bahasa Inggris dengan menggunakan pelbagai jenis adjektiva bergantung pada nomina yang berkolokasi dengannya. Lihat tabel berikut:

Kolokasi bahasa Arab

Padanan bahasa Inggris

جِلْدٌ جَافّ'kulit kering'

rough skin

اِسْتِقْباَل جَافّharfiah: ‘sambutan kering’, maksudnya: ’sambutan dingin/ hambar

cool reception

مَنَاخ جَافّ’cuaca kering’

dry weather

قَلَم حِبْر جَافّharfiah: pena tinta kering, maksudnya: 'bolpoin'

ball-point pen

نَبْرَة جَافَّةharfiah: ’nada kering’, maksudnya: 'nada keras'

harsh tone

Dengan memberikan contoh di atas, Heliel berpendapatbahwa kolokasi merupakan masalah dalam penerjemahan. Baginya, kolokasi berbeda dari kombinasi bebas yang setiap unsur leksikalnya memiliki kebebasan dari sisi maknanya[3]. Selain itu, kombinasi bebas dapat bertukar dengan unsur leksikal lainnya tanpa memberikan pengaruh pada makna unsur leksikal lainnya, seperti verbaيَبْنِيْ 'membangun' dapat berkombinasi dengan sejumlah nomina seperti فَنَادِق 'hotel-hotel', مَنَازِل 'rumah-rumah', جُسُوْر 'jembatan-jembatan', طُرُق 'jalan-jalan'. Verbaيَبْنِيْ ketika bergabung dengan nomina-nomina tersebut maknanya tetap ‘membangun’ seperti tampak dalam tabel berikut ini:

Kombinasi Bebas

Padanannya dalam bahasa Melayu

يَبْنِي فَنَادِق

‘membangun hotel-hotel’

يَبْنِي مَنَازِل

‘membangun rumah-rumah’

يَبْنِي جُسُور

‘membangun jambatan-jambatan’

يَبْنِي طُرُق

‘membangun jalan-jalan’

Atau seperti nomina اَلْخُبْز 'roti' yang dapat berkombinasi dengan sejumlah verba seperti يَبِيْع 'menjual', يَشْتَرِي 'membeli', يَقْطَع 'memotong', atau يَأْكُل 'memakan'. Kombinasi unsur-unsur leksikal seperti ini tidak sukar untuk diterjemahkan.

Kombinasi Bebas

Padanannya dalam bahasa Melayu

يَبِيْع الْخُبْزَ

menjual roti

يَشْتَرِي الْخُبْزَ

‘membeli roti’

يَقْطَعُ الْخُبْزَ

‘memotong roti’

يَأْكُلُ الْخُبْزَ

‘memakan roti’

Baker (1992:49) berpendapat bahwa pola kolokasi sebagian besar bersifat arbitrari dan bebas di banyak bahasa. Ia memberi contoh dalam menerjemahkan kolokasi bahasa Inggris ke bahasa Arab seperti verbadeliver yang berkolokasi dengan sejumlah nomina, masing-masing diterjemahkan ke bahasa Arab dengan verba yang berbeda-beda. Contoh-contoh tersebut digambarkan dalam tabel berikut:


Kolokasi Bahasa Inggris

Padanan Bahasa Arab


to deliver a letter/telegram

يُسَلِّم خِطَابًا (تِلِغْرَافًا)harfiah: 'menyampaikan surat/ telegram'.


to deliver a speech/lecture

يُلْقِيْ خُطْبَةً (مُحَاضَرَةً)harfiah: 'melempar pidato/ kuliah'


to deliver news

يَنْقُلُ أَخْبَارًاharfiah: 'memindahkan berita'


to deliver a blow

يُوَجِّهُ ضَرْبَةًharfiah: 'membimbing pukulan'

to deliver a verdict

يُصْدِرُ حُكْمًاharfiah: 'mengeluarkan keputusan (mahkamah)'

to deliver a baby

يُوَلِّدُ امْرَأَةً harfiah: 'membidani perempuan'




Tentang kolokasi bahasa Arab يُوَلِّدُ امْرَأَةً yang secara harfiah bermakna 'membidani perempuan' atau 'membantu perempuan dalam melahirkan bayinya', Baker (1992: 49) mengingatkan bahwa bahasa Arab memfokuskan perhatian pada perempuan dalam proses melahirkan, sementara bahasa Inggris memfokuskan perhatiannya pada bayi. Menurutnya, dalam bahasa Inggris modern ungkapan delivering a woman tidak akan diterima. Kenyataan ini mengingatkan bahwa perbedaan dalam pola kolokasi di antara bahasa-bahasa tidak semata-mata masalah dalam penggunaan verba yang berbeda yang berkolokasi dengan nomina tertentu. Perbedaan lebih cenderung pada cara memerikan peristiwa yang berbeda-beda, dan bergantung pada sudut pandang masyarakat pengguna bahasa itu sendiri.

Contoh kolokasi bahasa Arab يُوَلِّدُ امْرَأَةً yang dikemukakan oleh Baker di atas yang merupakan padanan kolokasi bahasa Inggristo deliver a baby, kasusnya sama dengan kolokasi lima puluh ekor lembu yang diterjemahkan ke bahasa Arab menjadi خَمْسُوْنَ رَأْساً مِنَ الْبَقَرyang secara harfiah berarti ‘lima puluh kepala lembu’. Pemadanan ekor dengan kepalaterpulang pada perbedaan sudut pandang masyarakat Arab dan masyarakat Melayu.

Kh­jal³y (2004) menjelaskan dengan lebih terperinci tentang pentingnya mengidentifikasi kolokasi dalam proses penerjemahan. Kemampuan mengenal kolokasi akan menjadikan penerjemah mampu memahami makna unsur-unsur leksikal. Dengan kemampuan ini, penerjemah akan dapat menemukan makna yang lebih tepat dalam bahasa sasaran dengan memilih kata-kata yang berkolokasi yang sesuai dan menghindari penerjemahan harfiah sehingga tidak membuat terjemahan yang tidak jelas dan tidak bersepadu. Kh­jal³y (2004: 3) menganjurkan penerjemah agar menguasai kolokasi baik dari segi pemahaman maupun dari segi penggunaan. Ia harus memahami kolokasi dengan baik, karena ia tidak mungkin dapat memahami perkataan dalam keadaan tertentu kecuali dengan mengetahui perkataan yang berkolokasi dengannya. Contoh yang diberikan Kh­jal³y adalah kata bahasa Inggrisdress yang dapat berkolokasi dengan sejumlah kata sehingga membentuk kolokasi seperti dress the chicken , dress the child, dress the wound, dress the salad, dress the garden. Makna perkataan dress dalam setiap kolokasi ini bergantung pada kata yang muncul bersama.

5. Masalah Penerjemahan Kolokasi dalam Tafsir F³¨il±l al-Qur’±n

Data teks sumber dalam penelitian ini diambil dari buku tafsir F³ ¨il±l al-Qur’±n berbahasa Arab (A), terbitan D±r al-Syur­q, Beirut tahun 1980 yang terdiri dari 6 (enam) jilid, sementara data terjemahan diambil dari dua versi, yaitu terjemahan dalam bahasa Melayu-Malaysia (MM) dan Melayu-Indonesia (MI). Terjemahan ke dalam bahasa Melayu-Malaysia dilakukan oleh Yusoff Zaky Haji Yacob selama kira-kira sebelas tahun (1983-1994), terdiri dari 17 jilid. Terjemahan yang diberi judul Tafsir Fi Zilalil Qur’an: Di Bawah Bayangan Al-Quran ini diterbitkan oleh Pustaka Aman Press Sdn. Bhd. bekerjasama dengan Yayasan Pembangunan Ekonomi Islam Malaysia.Terjemahan dalam bahasa Melayu-Indonesia dengan tajuk Tafsir Fi Zhilalil Qur'an: Di Bawah Naungan Al-Qur'an dilakukan oleh oleh sebuah tim yang terdiri dari Drs. As`ad Yasin, Abdul Hayyie al Kattani, Lc., H. Dr. Idris Abdul Shomad, H. Harjani Hefni, Lc., H. Ahmad Dumyati Bashori, M.A., Abu Ahmad `Izzi, M.A., H. Samson Rahman, M.A., Hidayatullah, Lc., H. Bakrun, M.A., H. Zainuddin Bashiran, Lc., H. Fauzan, Lc., K.H. Mufti Labib, MCL, Tajuddin, Lc., Drs. Muchotob Hamzah, Drs. Syihabuddin, M.A. Editor ahli: Ust. Abdul Aziz Salim Basyarahil dan Dr. Hidayat Nur Wahid, M.A. Diterbitkan oleh Gema Insani, Jakarta. Pertama kali diterbitkan pada tahun 2000 dalam 12 jilid.

5.1 Masalah Penerjemahan Kolokasi Frasa Verbal

Kolokasi Frasa Verbal ini merupakan kombinasi dari verba dengan preposisi yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Phrasal Verbs. Kombinasi verba + preposisi ini merupakan sumber utama ungkapan idiomatik dalam bahasa Arab (Mir, 1989: 5). Kehadiran preposisi setelah verba atau nomina menimbulkan pengaruh yang cukup penting sehingga dapat mengubah arti, bahkan dapat membuat maknanya berlawanan. Contoh yang paling popular adalah kombinasi verba رَغِبَ dengan preposisi فِي yang berarti 'suka' dan رَغِبَ dengan preposisi عَنْ yang berarti 'tidak suka' (al-Raj¥iy, 2004: 415). Sebuah verba dapat berkombinasi dengan lebih dari dua preposisi dan masing-masing akan memberi pengaruh pada maknanya (R±syid, 1996: 206).

(7)

ثُمَّ يَتَحَدَّثُ عَنِالأَرْضِ

(A/1/56)


'Kemudian ia memperkatakantentangbumi …'

(MM/1/107)


'Kemudian membicarakanbumi…'

(MI/1/66)

(8)

حَتَّى نُلِمَّ بِثَلاَثَةِ خُطُوْطٍ

(A/1/357)


'…sehingga kita kumpulkantiga garis…'

(MM/2/219)


'…sebelum kita kemukakantiga langkah…'

(MI/2/22)

(9)

يُشْفِقُ مِنَ الْعَوْدَةِ

(A/1/371)


'…ia merasa bimbang dan takut kembali…'

(M/2/258)


'…merasa sangat sayangkalaukembali…'

(I/2/38)

Dalam tatabahasa Melayu nomina dapat menjadi transitif dengan menambah akhiran –kan. Misalnya, nomina "kata" yang dalam kalimat dapat hadir dengan beberapa imbuhan lain, seperti mempeR- sehingga menjadi "memperkatakan" (Nik Safiah Karim, et al, 2006: 177). Kamus Dewan memberi dua definsi untuk verba "memperkatakan" dengan contoh masing-masing:

1. melahirkan (dgn kata-kata), mempercakapkan, menceritakan: terasa senang hatinya sebab ia dapat memperkatakan apa yang tersimpan di dalam hatinya; dan sepanjang hari itu orang memperkatakan hal itu;

2. membincangkan, membicarakan: mereka berkumpul memperkatakan dagangan mereka pada hari itu; memperkatakan masalah penulisan yang serius; memperkatakan kesusasteraan rakyat. (Noresah bt. Baharom,et al, 2005:686)

Untuk itu, jika merujuk kepada Tatabahasa Dewan dan Kamus Dewan, penggunaan preposisi"tentang" setelah verba transitif"memperkatakan" seperti dalam contoh (7) di atas adalah sebagai interferensi tatabahasa Arab dalam tatabahasa Melayu seperti yang pernah dibahas oleh Dr. Ph. S. Van Ronkel (1977) dalam bukunya Mengenai Pengaruh Tatakalimat Arab terhadap Tatakalimat Melayu, terjemahan Dra. A. Ikram. Salah satu contoh yang dikemukakan oleh Van Ronkel مَرَرْتُ عَلَى قَوْمٍٍ yang diterjemahkan menjadi "aku lalu atas kaum". Selain Van Ronkel, Asmah Haji Omar (1991) juga membahas pengaruh tatabahasa Arab terhadap bahasa Melayu dalam bukunya Bahasa Melayu Abad Ke-16: Satu Analisis Berdasarkan Teks Melayu ‘Aqa’id Al-Nasafi. Menurut penjelasan Asmah Haji Omar, penggunaan preposisi"tentang" seperti dalam contoh (7) berfungsi sebagai "pengantar objek". Menurut beliau, penggunaan preposisi"tentang" seperti dalam kalimatSaya sudah tahu tentang hal itu, adalah penggunaan bahasa yang lebih formal dibandingkan dengankalimatSaya sudah tahu itu (Asmah Haji Omar, 1991: 60).

Dalam contoh (8) verbaنُلِمَّberkolokasi dengan preposisiبِ. Menurut An³set al (1973: 2/840)ألَمَّ بِالْمَعْنَىartinyaعَرَفَهُ 'mengetahui makna'. Verbaألَمَّini juga dapat muncul tanpa berkolokasi dengan preposisi:الشَّيْءُألَمَّyang berarti قَرُبَ 'mendekat'. Makna 'kumpulkan' dalam contoh (8) tidak sesuai dengan definisi dari kedua bentuk verba tersebut, baik ketika berkolokasi dengan preposisi بِ maupun ketika tidak berkolokasi. Makna ‘kumpulkan’ ada dalam verba لَمَّ dalam kalimat لَمَّ الشَّيْءَ yang dijelaskan oleh An³set aldengan makna جَمَعَهُ جَمْعاً شَدِيْداً 'mengumpulkannya dengan keras'. Oleh karena itu, terjemahan yang benar dari contoh (8) di atas adalah '…sehingga kita mengetahui tiga garis…'.

Kolokasi مِنْيُشْفِقُ pada contoh (9) mendapat padanan yang berbeda antara terjemahan Melayu-Malaysia dan Melayu-Indonesia. Dalam terjemahan Melayu-Malaysia berpadanan dengan 'merasa bimbang dan takut', sedang dalam terjemahan Melayu-Indonesia berpadanan dengan 'merasa sangat sayang'. Kamus ekabahasaلِسَان الْعَرَب membedakan makna verbaيُشْفِقُ bergantung padafrasa preposisional setelahnya (Ibn Man§­r, 1996: 10/179): أشْفَقَ عَلَيْهِberarti حَذِرَ ‘waspada’, sedangkan أشْفَقَ مِنْهُberarti جَزِعَ ‘gelisah, risau’. Pembedaan makna juga berlaku pada kamus ekabahasa yang lain, iaitu اَلْمُعْجَمُ الْوَسِيْطُyang menjelaskan bahwa verbaيُشْفِقُ ketika berkombinasi dengan frasa preposisionalمِنْهُ maknanya adalah خَافَهُ وَحَذِرَ مِنْهُ 'takut kepadanya dan waspada terhadapnya', dan jika berkombinasi dengan frasa preposisionalعَلَيْهِmaka maknanya adalah عَطَفَ وَخَافَ عَلَيْهِ 'merasa belas kasihan dan khawatir terhadapnya' (An³s et al, 1973: 1/487).

Kata seperti yang tercantum dalam ayat 49 dari surah al-Anbiy±’ adalah kata terbitan dari verbaيُشْفِقُ dalam bentuk jamak.

... الأنبياء: ٤٩

'…dan mereka sentiasa menaruh kebimbangan kepada hari Qiamat' (MM/11/53)

Dari penjelasan di atas tampak bahwa terjemahan Melayu-Malaysia pada contoh (9) di atas lebih mendekati apa yang dimaksudkan oleh teks sumber, dibandingkan dengan terjemahan Melayu-Indonesia.

5.2 Masalah Penerjemahan Kolokasi Frasa Preposisional

Kolokasi ini terdiri dari preposisi dan nomina yang membentuk sebuah frasa yang disebut frasa preposisional. Contoh:

(10)

فِيْ حَاجَةٍ إِلَى

(A/1/68)


'…memerlukan kepada …'

(MM/1/139)


'…membutuhkan…'

(MI/1/82)

(11)

بِغَضِّ النَّظَرِ عَنْ اعْتِبَارَاتِ

(A/1/467)


'…tanpa mengira …'

(MM/2/492)


'…dengan tidak melihat…'

(MI/2/153)

Pemadanan preposisiإِلَى dengan preposisi"kepada" dalam terjemahan Melayu-Malaysia pada contoh (10) merupakan terjemahan harfiah dan dapat dianggap sebagai interferensigramatika Arab dalam bahasa Melayu. Verba"memerlukan" adalah verbatransitif yang tidak memerlukan kata bantu untuk mencapai objeknya. Dalam hal ini, terjemahan Melayu-Indonesia yang memberi padanan zero untuk preposisi tersebut merupakan terjemahan yang tepat.

Dalam contoh (11) frasa preposisional بِغَضِّ النَّظَرِ عَنditerjemahkan menjadi ‘tanpa mengira’ dalam versi Melayu-Malaysia dan 'dengan tidak melihat' dalam versi Melayu-Indonesia. Frasa preposisional tersebut merupakan sebuah ungkapan idiomatis (F±yid, 2007: 97) yang tidak dapat diterjemahkan kata per kata. Untuk ungkapan itu F±yid memberikan penjelasan sebagai berikut:

بِغَضِّ النَّظَرِ عَنْ (كَذَا) : مَعَ تَجَاهُلٍ، دُوْنَ اعْتِبَارٍ لَهُ، دُوْنَ وَضْعِهِ فِي الْحُسْبَان، بِتَرْكِهِ جَانِباً، بِإِغْفَالِ، دُوْنَ اهْتِمَامٍ بـِ.

Dengan memperhatikan penjelasan F±yiddi atas, dapat disimpulakan bahwa terjemahan Melayu-Indonesia ‘dengan tidak melihat’ merupakan terjemahan harfiah, sementara terjemahan Melayu-Malaysia ‘tanpa mengira’ adalah terjemahan idiomatis yang lebih mendekati pesan teks sumber.

5.3 Masalah Penerjemahan Kolokasi Adjektiva + Nomina

Kolokasi ini terdiri dari adjektiva dan nomina yang membentuk. Contoh:

(12)

وَهُوَ طَائِرُ السُّمَانِي يَجِدُوْنَهُ بِوَفْرَةٍ قَرِيْبِ الْمَناَلِ

(A/1/72)


‘…burung salwa yang boleh didapati mereka dengan banyak dan mudah…’

(MM/1/150)


‘…yaitu sejenis burung puyuh yang dapat mereka jumpai di dekat-dekat rumah’.

(MI/1/87)

Frasa preposisional“di dekat-dekat rumah” dalam terjemahan Melayu-Indonesia di atas merupakan terjemahan dari قَرِيْبِ الْمَنَال. Kataاَلْمَنَال adalah nomina tempat yang diterbitkan dari verbaنَالَ‘memperoleh, mencapai’. Secara harfiah, kolokasi tersebut berarti ‘dekat tempat memperoleh’ dan yang dimaksud adalah ‘mudah diperoleh atau dicapai’. Pemadanan kolokasi tersebut dengan “di dekat-dekat rumah” , selain tidak tepat dari segi bahasa, juga sangat ganjil dilihat dari lokasi yang dimaksud dengan teks sumber. Pencantuman kata “rumah” dalam terjemahan ini tampaknya tidak sesuai dengan tempat peristiwa yang diceritakan dalam penafsiran ayat 57 dari surah al-Baqarah. Di awal paragraf di mana contoh (12) diambil, disebutkan (yang terjemahannya):

“Padang pasir tanpa hujan dan awan itu merupakan sebuah Neraka yang amat panas …”. (Sayyid Qutb, 2000: 149)

Peristiwa diturunkannya makanan اَلْمَنَّ dan اَلسَّلْوَىterjadi di tengah-tengah padang pasir yang tentunya tak satu pun rumah ada di situ.

Tim penerjemah Melayu-Indonesia memberikan padanan “di dekat-dekat rumah”, ada kemungkinan karena keliru melihat kata اَلْمَنَال yang disangka المنْزلyang memang berarti ‘rumah’. Dugaan kesalahan melihat seperti ini juga terjadi ketika menerjemahkan teks sumber berikut:

(13)

مُخَالَفَةٌ عَنِ الأَمْرِ

(A/1/466)


'…satu pelanggaran perintah…'

(MM/2/490)


'…menyelisihiperintah…'

(MI/2/152)

Kolokasi 'menyelisihi perintah' dalam contoh (13) terjemahan Melayu-Indonesia terasa asing kerana verba menyelisihi itu sendiri dalam bahasa Melayu-Indonesia tidak pernah ada. Kata-kata yang diterbitkan dari nomina selisih adalah:

berselisih 1 v berbeda; ada selisihnya. 2 adv berlainan pendapat dsb; bertikai; berbantah.

menyelisihkanv 1 berlainan pendapat tentang; 2 mempertikaikan; memperbantahkan;

perselisihan n 1 berlainan (pendapat dsb); 2 pertikaian; sengketa; percekcokan;

memperselisihkanv menyelisihkan.

(Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995: 900)

Sedangkan kata-kata terbitan dari nominaselisih menurut Kamus Dewan (Noresah bt. Baharom, et al, 2005: 1427-1428) adalah berselisih, berselisihan, menyelisihkan, memperselisihkan, selisihan, dan perselisihan yang maknanya masing-masing tidak jauh berbeda dari makna yang diberikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Pemilihan kata menyelisihi ini mungkin karena tim penerjemah Melayu-Indonesia menduga bahwa kata المخالفة sama dengan الخلافyang bermakna ‘perselisihan’.

Oleh kerana itu, verbamenyelisihi selain memang tidak pernah adabaik dalam bahasa Melayu-Indonesia maupun dalam bahasa Melayu-Malaysia, verba tersebut tidak pernah berkolokasi dengan nominaperintah. Pemilihan nominapelanggaran dalam terjemahan Melayu-Malaysia merupakan pemilihan yang tepat. Menurut Kamus Dewan (Noresah bt. Baharom, et al, 2005: 884) di antara makna pelanggaran adalah "perihal menentang perbuatan dsb atau tidak mematuhi (undang-undang, peraturan, adat, dll).

Kemunculan frasa verbalmenyelisihi perintah dalam terjemahan Melayu-Indonesia di atas merupakan fenomena collocational clash ‘pertentangan kolokasi’ seperti yang diisyaratkan oleh Baker (1992: 14-15), Beekman and Callow (1974: 160), dan Larson (1984: 146). Para pakar penterjemahan ini mengingatkan agar para penterjemah bersikap waspada terhadap collocational clash ini. Pertentangan kolokasi ini terjadi manakala penerjemah mempertahankan bentuk kolokasi yang memang berlaku secara wajar dalam bahasa sumber, tetapi tidak demikian dalam bahasa sasaran. Itulah yang terjadi dalam contoh (13) sehingga muncul frasa verbalmenyelisihi perintah yang tampak ganjil karena sebagai hasil dari pertentangan kolokasi.

Diksi atau pemilihan kata yang tidak tepat sebagai padanan kata sehingga menimbulkan pertentangan kolokasi juga terjadi ketika tim penerjemah Melayu-Indonesia memilih kata parade sebagai padanan kata مَوْكِب dalam kolokasi الصَّالِحِيْنَ مَوْكِبyang diterjemahkan menjadi ‘parade nabi-nabi’.Kamus Besar Bahasa Indonesia ((Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1995: 729) menjelaskan kata ini sebagai ‘pawai barisan tentara dsb (pada upacara atau perayaan)’, pengertian yang tidak jauh dari pengertian yang diberikan dalam penjelasan kata مَوْكِبyaitu جَمَاعَة منَ النَّاس يَسِيْرُونَ رَاكِبِيْنَ أَوْ مَاشِيْنَ ‘sekelompok manusia yang berjalan baik dengan mengendarai kendaraan atau berjalan kaki’ (lihat Jam±‘at min Kib±r al-Lughawiyy³n al-‘Arab, 1989: 1329). Ketidakwajaran kolokasi itu tampak ketika kata parade berkombinasi dengan kata nabi-nabi, karena pada umumnya kata parade ini berkombinasi dengan tentara dan ketika mereka masih hidup.

Walaupun kata مَوْكِب ini ada padanannya dalam bahasa Melayu-Malaysia, yaitu ‘parada, perbarisan atau perarakan’, Yusoff Zaky Haji Yacob tidak menggunakan padanan ini dalam menerjemahkan kolokasi الصَّالِحِيْنمَوْكِب. Padanan yang ia pilih adalah kata ‘angkatan’, sehingga kolokasi tersebut ia terjemahkan menjadi ‘angkatan para salihin’ (MM/2/320). Contoh ini, selain membuktikan apa yang diingatkan oleh Hatim dan Mason (1990: 204) bahwa penerjemah – sekalipun yang berpengalaman – selalu berhadapan dengan ‘bahaya’, yaitu adanya interferensi bahasa sumber yang kadang-kadang tidak disadari dan kolokasi yang tidak wajar yang menyebabkan bahasa sasaran menjadi cacat, juga membuktikan apa yang dikatakan oleh Barnwell (1980) bahwa memindahkan kolokasi bahasa sumber ke kolokasi bahasa sasaran akan menghasilkan kolokasi yang tidak normal dan sukar dipahami (1980: 56).

5.4 Masalah Penerjemahan Kolokasi Konstruksi Amma + Fa

Kolokasi ini terdiri dari partikel أَمَّا dan partikel فَ yang membentuk sebuah kalimat syarat (conditional sentence). Kemunculan partikelأَمَّا yang mengandung makna syarat ini senantiasa diikuti oleh kemunculan partikel فَ setelahnya (al-Daqr, 1982: 60).

(14)

أَماَّ قِصَّتُهُمْ مَعَ الدَّعْوَةِفَنُلَخِّصُهَا

(A/1/31)


'Kisah kaum Yahudi dengan da’wah ini dapatlah kita intisarikan…'

(MM/1/47)


Adapun kisah mereka terhadap dakwah dapat kami ringkaskan…’

(MI/1/38)

(15)

وَأَمَّا طَبِيْعَتُهَا فَوَاحِدَةٌ

(A/1/64)


‘…dan sifatnya juga sama…’

(MM/1/128)


Adapun …karakternya masih tetap sama’

(MI/1/76)

Partikel“adapun” menurut pendapat Nik Safiah Karim, et al (2006: 245) umumnya digunakan dalam bahasa Melayu Lama. Pemadanan partikel أما dengan partikel“adapun” tampak dalam contoh (14) dan (15) di atas. Dalam kitab ‘Aqa’id Al-Nasafi Teks Melayu, kombinasi partikel“adapun” dengan kata penghubung“maka” adalah padanan dari kombinasi partikel أَمَّا+ partikelفَ, misalnya “...adapun buddi itu maka ia suatu sabab (ya’ni pegawai bagi ‘ilmu pulang” terjemahan dari وَأَمَّا الْعَقْلُ فَهُوَ سَبَبٌ لِلْعِلْمِ أَيْضاً, “Maka adapun segala ‘amal itu maka ia itu sekalian kebaktian...”, terjemahan dari فَأَمَّا الأَعْمَالُ فَهِيَ الطَّاعَاتُ (Al-Attas, 1988: 104 dan 122. Lihat: Asmah Haji Omar, 1991: 107). Penerjemahan dalam contoh (14) dan (15) di atas, tampak dapat diterima karena hanya partikel أَمَّا saja yang diberi padanan, sedangkan partikel فَ tidak diberi padanan atau diberi padanan zero.

Dalam versi terjemahan Melayu-Malaysia, partikel tidak selamanya diberi padanan seperti dalam contoh berikut:

(17)

وَأَمَّا الْفَاسِقُ أَوِ الْمُنَافِقُ فَتُزَلْزِلُهُ

(A/1/51)


Bagi orang fasik atau munafik pula, kesusahan itu menggoncangkan hatinya…'

(MM/1/96)

Selain partikel adapun, dalam terjemahan versi Melayu-Indonesia, partikel أَمَّا diberi padanan kata sedangkan seperti tampak dalam contoh berikut:

(18)

أَماَّ الصُّوْرَةُ الثاَّلِثَةُ فَهِيَصُوْرَةُالنَّفْسِ

(A/1/46)


‘Sedangkan, lukisan ketiga menggambarkan jiwa…’

(MI/1/54)

(19)

وَأَمَّا الْفَاسِقُ أَوِ الْمُنَافِقُ فَتُزَلْزِلُهُ

(A/1/51)


‘Sedangkan, orang yang fasik atau munafik akan menggoncangkan hatinya…’

(MI/1/61)





Penggunaan “sedangkan” sebagai padanan partikel أَمَّا seperti tampak dalam contoh (18) dan (19) di atastidak sesuai dengan sistem tatabahasa Indonesia. Alwi et al (1998: 401) menyebut kata “sedangkan” ini sebagai “koordinator” yang berfungsi untuk menghubungkan dua klausa yang menyatakan pertentangan. Misalnya, “Ia selalu makan yang enak-enak, sedangkan anak dan isterinya kelaparan”. Karana fungsinya sebagai “koordinator”, maka kata “sedangkan” tidak boleh muncul pada awal kalimat.

5.5 Masalah Penerjemahan Kolokasi Pelengkap

Kolokasi ini terdiri dari dua buah kata atau frasa di mana kata atau frasa yang kedua senantiasa muncul setelah kata atau frasa pertama yang maknanya berfungsi sebagai pelengkap atau penguat. Contoh:

(20)

اَلظُّرُوْفُ وَالْمُلاَبَسَاتُ

(A/1/349)


'…keadaan dan suasana…'

(MM/2/199)


‘...kondisi dan situasi...’

(MI/2/14)

Urutan kondisi dan situasi seperti tampak dalam contoh (20) terjemahan Melayu-Indonesia dapat dikategorikan sebagai pertentangan kolokasi dilihat dari segi urutan. Dalam wacana Melayu-Indonesia, urutan yang umum adalah situasi dan kondisi sehingga dalam bahasa percakapan sering kita dengar akronim SIKON, kependekan dari situasi dan kondisi. Berikut beberapa contoh penggunaan urutan situasi dan kondisi dalam wacana Melayu-Indonesia (huruf miring oleh penulis):

Perupa Hanafi, Ivan Haryanto, Nasirun, Tisna Sandjaya, dan Wayan Kun Adnyana, dengan caranya masing-masing juga mengkritisi situasi dan kondisi politik di tahun Pemilu 2009 ini

http://www.kompas.com/read/xml/2009/02/04/0111556/moralitas.perupa.untuk.mengritik.dan.mencibiri.situasi.politik.

Percuma kata-kata/kalimat yang bagaimanapun tidak akan nenyentuh hati dan pikiran para politisi dan pejabat. Sementara tidak sedikit juga rakyat yang tidak peduli terhadap sikon

http://www.kompas.com/read/xml/2008/09/30/23342147/paceklik.kebahagiaan.saat.lebaran.

TEMPO Interaktif, Banda Aceh:Survei yang dilakukan IFES, lembaga internasional untuk membangun demokrasi di dunia, menyebutkan situasi dan kondisi perekonomian di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam buruk.

http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/02/15/brk,20070215-93334,id.html

Sikon begini mau berantas korupsi sama saja DREAM ON

http://www.tempo.co.id/hg/khusus/kolom/?case=interaktif&act=read&page=180

Dalam data ditemukan bahwa kombinasi اَلظُّرُوْفُ وَالْمُلاَبَسَاتُ muncul sebanyak 9 (sembilan) kali kemunculan. Hal ini menunjukkan bahwa urutan tersebut lazim dalam wacana bahasa Arab, sementara kombinasi kondisi dan situasi tidak lazim dalam wacana bahasa Melayu-Indonesia.

5.6 Masalah Penerjemahan Kolokasi Ungkapan Khas:

Yang dimaksud dengan Ungkapan Khas adalah ungkapan yang meliputi idiom, peribahasa, kiasan dan yang sejenisnya. Sebagian linguis tidak memasukkan idiom, peribahasa dan kiasan ke dalam kelompok kolokasi. Menurut mereka, salah satu syarat kolokasi adalah maknanya harus dapat ditelusuri dengan mudah, sementara idiom, peribahasa dan kiasan tidak demikian. Alasan penulis memasukkannya dalam kelompok kolokasi adalah bahwa idiom, peribahasa dan kiasan yang dimasukkan dalam kelompok kolokasi di sini adalah yang memang mengandung kombinasi leksem-leksem yang muncul secara bersamaan dan mantap. Kemunculan secara bersamaan dan mantap ini merupakan salah satu ciri kolokasi yang dijadikan pedoman dalam penelitian ini. Pendapat bahwa idiom, peribahasa dan kiasan termasuk kolokasi juga didukung oleh pernyataan Hill (2000:50, 51) yang mengatakan, “In one sense all collocation is idiomatic and all idioms and phrasal verbs are collocations” dan “some ‘strong’ collocations have the status of idioms” dan berdasarkandefinisi kolokasi yang diberikan oleh Ghazala (2004:1) yang memasukkan idiom ke dalam kelompok kolokasi peringkat kedua. Contoh di bawah adalah kolokasi yang berupa idiom:

(21)

تُكْشَطُ بِجَرَّةِ قَلَمٍ

(A/1/13)


'…boleh dihapuskan dengan hujung pena sahaja…'

(MM/1/8)


‘...terbuka tutupnya dengan goresan pena...’

(MI/1/16)




Penterjemahan idiom dan ungkapan tetap bukanlah pekerjaan yang mudah. Ada kalanya seorang penerjemah tidak menyadari bahawa kata-kata yang akan diterjemahkannya itu merupakan sebuah idiom atau ungkapan tetap sehingga ia menerjemahkannya apa adanya. Penerjemahan idiom atau ungkapan tetap secara harfiah tentunya akan menghasilkan sebuah pesan yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh penulis teks sumber. Contoh kolokasi di atas memperlihatkan bagaimana idiom atau ungkapan tetap mendapat perlakuan seperti itu. Kolokasi yang berupa idiom بِجَرَّةِ قَلَمٍ yang secara harfiah berarti “dengan tarikan pena” diterjemahkan menjadi “dengan hujung pena sahaja”dalam versi Melayu-Malayasia dan “dengan goresan pena” dalam versi Melayu-Indonesia.Kalimat selengkapnya dari kedua terjemahan tersebut adalah sebagai berikut:

وَلاَ يُفْتَرَضُ فِي كِلْتاَ الْحَالَتَيْنِ أَنَّ مُقَوِّماَتَ فِطْرَتِهِ سَطْحِيَّةٌ تُنْشَأُ بِقَانُوْنٍ أَوْتُكْشَطُ بِجَرَّةِ قَلَمٍ

(A/1/13)

‘Dan dalam dua keadaan ini sistem ini juga tidak mengandaikan bahawa asas-asas fitrah makhluk insan ini adalah asas-asas yang dangkal yang hanya wujud dengan kuasa undang-undang atau boleh dihapuskan dengan hujung pena sahaja...’

(MM/1/8)

‘Dan, tidaklah dapat dipastikan dalam kedua kondisi itu bahwa unsur-unsur fitrahnya merupakan bekal yang berkembang dengan undang-undang atau terbuka tutupnya dengan goresan pena’.

(MI/1/16)

F±yid (2007:82) mendefinisikan idiom بِجَرَّةِ قَلَمٍ dengan بِسُرْعَةٍ وَبَسَاطَةٍ بِدُوْنِ جُهْدٍ وَعَناَءٍ‘dengan cepat dan mudah tanpa bersusah payah’. Jika makna yang diberikan olehF±yid ini diikuti, maka kedua kalimat di atas akan lebih mudah difahami maksudnya.

Ketidakberhasilan penerjemah mengidentifikasi kombinasi kata sebagai kolokasi baik yang berupa idiom maupun ungkapan juga terjadi dalam penerjemahan berikut:

(22)

وَتَرْكُ كُلٍّ مِنَ الزَّوْجَيْنِ يَخْبِطُ رَأْسَهُ فِي الْجِدَارِ

(A/1/580)


'…dan membiarkan suami isteri itu menghentakkan kepala mereka di dinding…'

(MM/3/176)


‘…dan membiarkan masing-masing suami-istri menyandarkan kepalanya ke tembok?’

(MI/2/278)

Ungkapan يَخْبِطُ رَأْسَهُ فِي الْجِدَارِ merupakan kiasan. Suami istri dalam kalimat tersebut tidak dibiarkan menghentakkan atau menyandarkan kepalanya di dinding dalam makna yang sesungguhnya. Yang dimaksud adalah "merasa jemu dan gelisah karena sesuatu perkara yang tak kunjung terselesaikan" (lihat F±yid, 2007:287). Jika memperhatikan maksud ungkapan ini, maka kedua versi terjemahan dalam contoh (22) di atas tampaknya jauh dari apa yang diharapkan oleh penulis teks sumber, karena ungkapan tersebut diterjemahkan secara harfiah. Jika mengikuti maksud yang sebenarnya, maka kedua versi terjemahan itu akan berbunyi sebagai berikut:

‘...dan membiarkan suami istri itu tetap dalam rasa jemu dan kegelisahan dengan perkara yang tak kunjung terselesaikan...’

6 Penutup

Tafsir F³ ¨il±l Al-Qur’±nmerupakan karya monumental Sayyid Qutb, tokoh Ikhwan Muslimin yang mati syahid di tiang gantung pada tahun 1966 ini. Gaya bahasa yang digunakan Sayyid Qutb memang berbeda dibandingkan dengan gaya bahasa para penulis tafsir pendahulunya. Sebelumnya, Sayyid Qutb telah menulis sejumlah buku sastra. Buku-buku karya Sayyid Qutb selain tafsir F³ ¨il±l Al-Qur’±n, juga banyak yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu-Indonesia.

Penerjemahan teks agama, khususnya dari bahasa Arab ke dalam bahasa Melayu, khususnya Melayu-Indonesia akan terus berlangsung. Dalam setiap pameran buku-buku Islam, sepintas saja kita dapat mengetahui bahwa buku-buku agama terjemahan dari bahasa Arab begitu banyak jumlahnya dan mungkin melebihi jumlah buku-buku agama yang bukan terjemahan.

Pada umumnya, para penerjemah buku-buku tersebut bukanlah lulusan program studi penerjemahan di fakulas sastra atau humaniora. Kemampuan bahasa Arab mereka mungkin sudah cukup memadai karena mereka pernah belajar di pondok pesantren bahkan di sejumlah perguruan tinggi Timur Tengah. Namun, untuk menjadi penerjemah yang baik tentunya tidak cukup dengan menguasai bahasa sumber – dalam hal ini bahasa Arab – saja, tetapi juga penguasaan bahasa sasaran, yang dalam hal ini adalah bahasa Melayu-Indonesia atau Melayu-Malaysia. Maka jika selama ini bagi mereka yang mengetahui atau menguasai bahasa Arab, membaca buku agama dalam bahasa aslinya jauh lebih mudah dimengerti daripada membaca terjemahannya. Tidak sedikit dari buku-buku agama terjemahan dari bahasa Arab itu yang menjadi korban interferensi gramatika Arab yang semestinya harus dihindari.

Selama ini, pembelajaran bahasa Arab tertumpu pada gramatika semata sementara kolokasi masih berupa ‘barang langka’ atau ‘aneh’ di mata para pembelajar bahasa Arab. Pengajaran bahasa Arab dengan memberi perhatian pada kolokasi akan membiasakan para pembelajar menggunakan bahasa Arab secara wajar seperti layaknya bahasa Arab yang digunakan oleh para penutur asli. Jika para penerjemah mengenal kolokasi dan berhasil mengidentifikasinya ketika melakukan analisis teks sumber, sebelum mereka melakukan penerjemahan, terjemahan yang dihasilkannya akan bebas dari terjemahan harfiah dan struktur bahasa yang kaku.

Daftar Bacaan:

al-A¥mad³y,M­s± bin Mu¥ammad bin al-Malyan³y. (1986) Mu‘jam al-Af‘±l al-Muta‘addiyat bi ¦arf. Beirut: D±r al-‘Ilm li al-Mal±y³n.

¢³n³y, Ma¥m­d Isma‘³l, Mukht±r al-°±hir ¦usayn, Sayyid ‘Awa« al-Kar³m al-Dawsy (1996) Al-Mu‘jam al-Siy±qiy li al-Ta‘b³r±t al-I¡¯il±¥iyyat. Beirut: Maktabat Lubn±n N±syir­n

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib. (1988) The Oldest Known Malay Manuscript: A 16th Century Malay Translation of The ‘Aqa‘id of Al-Nasaf³. Kuala Lumpur: Department of Publications University of Malaya.

Alwi, Hasan, Soenjono Dardjowidjojo, Hans Lapoliwa, & Anton M. Moeliono. (1998) Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.

An³s, Ibr±h³m, ‘A¯iyyat al-¢aw±li¥³y, ‘Abd al-¦al³m Munta¡ir, Mu¥ammad Khalf All±h A¥mad. (1973) Al-Mu‘jam al-Was³¯. Kaherah: D±r I¥y±’ al-Tur±th al-‘Arab³y.

Asmah Haji Omar. (1991) Bahasa Melayu Abad Ke-16 Satu Analisis Berdasarkan Teks Melayu `Aqa`id al-Nasafi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Baker, Mona. (1992) In Other Words: Coursebook on translation. London and New York: Routledge.

Barnwell, Kathrine. (1980) Introduction to Semantics and Translation. Horsleys Green: Summer Institute of Linguistics.

Beekman, John & John Callow. (1974) Translating the Word of God: with Scripture and Topical Indexes. Michigan: Zondervan Publishing House.

Catford, J. C. (1965) A Linguistic Theory of Translation: An Essay in Applied Linguistics. London: Oxford University Press.

Chatibul Umam, Drs. (1980) Aspek-aspek Fundamental dalam Mempelajari Bahasa Arab. Bandung: Alma'arif.

Al-Daqr, `Abd al-Ganiy. 1982. Mu`jam al-Na¥w. Beirut: Al-Syarikah al-Mutta¥idah li al-Tawz³`

F±yid, Waf±’ K±mil. (21 May 2006) “Al-Amth±l al-‘Arabiyyat al-‘²miyyat”,http://www.wataonline.net/site/modules/newbb/viewtopic.php?post_id=16516

F±yid, Waf±’ K±mil. (2007)Mu‘jam al-Ta‘±b³r al-I¡¯il±¥iyyat f³ al-‘Arabiyyat al-Mu‘±¡irat: ‘arabiy –‘arabiy. Kaherah: J±mi‘at al-Q±hirat.

Firth, J. R. (1957)Papers in linguistics 1934-1951. London: Oxford University Press.

Firth, J. R. (1968)Selected Papers of J. R. Firth 1952-1959. Edited by F. R. Palmer. Bloomington: Indiana University Press.

Freeman, William. (1981)A Concise Dictionary of English Idioms. Revised and edited by B. A. Phythian. London, Sydney, Auckland, Toronto: Hodder and Stoughton.

Ghazala, Hasan. (2004)Essays in Translation and Stylistics. Beirut: Dar El-Ilm Lilmalayin.

Gitsaki, C. (1999) "Pattern in The Development of English Collocational Knowledge: Some Pedagogical Implications". Journal of Communication and International Studies, 4(1), 43-54.

Hanks, Patrick (Ed.). (1979)Collins Dictioary of The English Language. London & Glasgow: Collins.

Harimurti Kridalaksana. (2008) Kamus Linguistik. Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Hatim, Basil & Ian Mason. (1997)The Translator as Communicator. London and New York: Routledge.

Heliel, Mohamed Hilmi. (1990) "Collocations and translation". FIT Newsletter II:3.

Hill, Jimmie. (2000) "Revising Priorities: From Grammatical Failure to Collcocational Success", dalam Teaching Collocation: Further Developments in The Lexical Approach. (Michael Lewis, Ed). Hove, England: Language Teaching Publications.

Ibn Man§­r, Mu¥ammad bin Mukram. (1996)Lis±n al-‘Arab. Beirut: D±r I¥y±’ al-Tur±th al-‘Arab³y.

Jama‘at min Kib±r al-Lughawiyy³na al-‘Arab. (1989)Al-Mu‘jam al-‘Arab³y al-As±s³y. Tunis: Al-Muna§§amat al-‘Arabiyyat li al-Tarbiyyat wa al-Thaq±fat wa al-‘Ul­m.

Kh­jal³y, Hisy±m. (2004) “Al-Mutarjim wa al-Mutaw±rid±t”. http://www.arabswata.org/site/researches/38.html

Krings, Hans P. (1986) "Translation Problems and Translation Strategies of Advanced German Learners of Frensh (L2)", dalam Juliane House/ Shoshana Blum-Kulka (eds.) Interlingual and Intercultural Communication: Discourse and Cognition in Translation and Second Language Acquisition Studies. Tübingen: Nar.

Larson, Mildred L. (1984)Penerjemahan Berdasar Makna: Pedoman untuk Pemadanan Antarbahasa. Alihbahasa: Kencanawati Taniran. Jakarta: Arcan. (Buku asal Meaning-based Translation: A Guide to Cross-language Equivalence, 1984).

Machali, Rochayah. (2000)Pedoman bagi Penerjemah. Jakarta: Grasindo.

Makkai, Adam. (1972)Idiom Structure in English. The Hague: Mouton.

Maman S. Mahayana, Nuradji, & Totok Suhardiyanto. (1997)Kamus Ungkapan Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Mir, Mustansir. (1989)Verbal Idioms of The Qur’an. Ann Arbor: Center for Near Eastern and North African Studies, The University of Michigan. P. 5.

Newmark, Peter. (1988)A Textbook of Translation. New York, London, Toronto, Sydney, Tokyo: Prentice Hall.

Nida, Eugene A and Charles R. Taber. (1974)The Theory and Practice of Translation. Leiden: E. J. Brill.

Nik Safiah Karim, Farid M. Onn, Hashim Hj. Musa, dan Abdul Hamid Mahmood. (2006)Tatabahasa Dewan. Edisi Baharu. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Nord, Christiane. (1991) Text Analysis in Translation. Theory, Method, and Didactic Application of a Model for Translation-Oriented Text Analysis. Translated from the German by Christiane Nord and Penelope Sparrow. Amsterdam/Atlanta GA, Rodopi.

Noresah bt. Baharom et al (2005)Kamus Dewan Edisi Keempat. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka.

Palmer, Harold E. (1938)A Grammar of English Words. London: Longman.

Pinchuck, Isadore. (1977)Scientific and Technical Translation. London: Andre Deutsch.

al-R±j¥³y,‘Abduh. (2004) Al-Ta¯b³q al-Na¥w³y. Beirut: D±r al-Nah«at al-‘Arabiyyat.

Robins, R. (1967)A Short History of Linguistics. London: Longman.

Robins, R. H. (1992)Linguistik Umum: Sebuah Pengantar. Diterjemahkan oleh Soenarjati Djajanegara dari General Linguistics. Yogyakarta: Kanisius. (Buku asal General Linguistics, 1989).

Ronkel, Van. (1977)Mengenai Pengaruh Tatakalimat Arab terhadap Tatakalimat Melayu. Diterjemahkan oleh Dra. A. Ikram dengan pengawasan Dewan Redaksi. Jakarta: Bhratara.

Rundell, Michael (Ed.). (2006)Macmillan English Dictionary For Advanced Learners International Student Edition. Oxford: Macmillan Publishers Limited.

Salihen Moentaha. (2006)Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc.

Salim, Peter. (1991)Advanced English-Indonesian Dictionary. Jakarta: Modern English Press.

Sayyid Qu¯b (1980)F³ ¨il±l al-Qur’±n. Beirut: D±r al-Syur­q

Sayyid Qutb(2000)Tafsir Fi Zilalil Qur'an: Di Bawah Bayangan al-Qur'an. Terjemahan Yusoff Zaky Haji Yacob. Kota Bharu, Kelantan: Pustaka Aman Press Sdn. Bhd.

Sayyid Quthb (2000) Tafsir Fi Zhilalil Qur'an: Di Bawah Naungan al-Qur'an. Diterjemahkan oleh As`ad Yasin, et al. Jakarta: Gema Insani.

Smadja, Frank and Kathleen McKeown. (1994) "Translating collocations for use in bilingual lexicon". Proceedings of the workshop on Human Language Technology. Morristown, NJ, USA:Association for Computational Linguistics.

Su`ad Awab, (1999) “Multi-word Units in a Corpus-Based Study of Memoranda of Understanding: Modal Multi-word Units”, a thesis submitted to the Department of Linguistics and Modern Languages, Lancaster University for the degree of Doctor of Philosophy, September 1999.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, (1995) Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Jakarta, 12 Februari 2011



[1]Istilah “Melayu-Indonesia” penulis berpedoman kepada penggunaannya oleh linguis Indonesia, Harimurti Kridalaksana dalam Kushartanti et al (ed.) (2005:140) dan kenyataan sejarah bahwa asal bahasa Indonesia adalah bahasa Melayu (Asmah Haji Omar, 1993a:17 dan 1993b:36)

[2] RL adalah singkatan dari receptor language (Beekman dan Callow, 1974: 21)

[3] Kombinasi bebas ini mengikut pendapat linguis yang lain adalah kolokasi terbuka, seperti yang dinyatakan oleh Cowie yang dijelaskan dalam beberapa lembar setelah ini.